LINTASMAKASSAR.COM, MAROS - Sidang kasus kematian Virendy Marjefy Wehantouw (19) -- mahasiswa jurusan Arsitektur pada Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin (FT Unhas) -- yang mendudukkan Ibrahim Fauzi dan Farhan Tahir di kursi pesakitan Ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Maros sebagai terdakwanya, kembali dilanjutkan Senin (24/06/2024) siang.
Dalam persidangan kali ini, majelis hakim yang dipimpin langsung oleh Ketua PN Maros Khairul, SH, MH dan dihadiri jaksa penuntut umum Alatas, SH bersama Ade Hartanto, SH mendengarkan kesaksian Ny. Yayuk dan Ny. Kasmawati. Kedua ibu kandung para terdakwa ini dihadapkan sebagai saksi meringankan (a de charge) oleh penasehat hukum Ilham Prawira, SH.
Saat memberikan keterangan di depan sidang yang turut dihadiri ayah serta adik kandung almarhum Virendy yakni James Wehantouw bersama Virly Wehantouw dan juga didampingi pengacara Yodi Kristianto, SH, MH selaku kuasa hukum keluarga, kedua saksi dengan intonasi suara terisak-isak membeberkan bagaimana perilaku sehari-hari kedua terdakwa hingga kondisi kehidupan keluarga mereka.
Menjawab sederetan pertanyaan yang dilancarkan majelis hakim, jaksa penuntut umum maupun penasehat hukum menyangkut peristiwa kematian putra seorang wartawan senior di Makassar ini saat mengikuti kegiatan Diksar & Ormed XXVII UKM Mapala 09 FT Unhas pada Januari 2023 dimana kedua terdakwa selaku penanggung jawab langsung di lapangan, kedua ibu rumah tangga ini mengaku baru mengetahui kejadian tersebut saat perkaranya sudah bergulir di kepolisian.
"Saudara saksi Ny. Yayuk selaku orangtua kandung Ibrahim, kapan baru mengetahui peristiwa kematian salah seorang mahasiswa yang mengikuti kegiatan UKM Mapala 09 FT Unhas dimana putra ibu menjabat sebagai ketua organisasi tersebut ? Ibaratkan ada seorang anak terjatuh di jalan dan saya sementara berada didekatnya lalu cuek, kemudian tiba-tiba datang mobil melindasnya, dan akhirnya timbul penyesalan, kenapa tadi saya tidak tarik anak itu ? Apakah saksi pernah panggil Ibrahim dan menanyakan hal tersebut ?," sergah hakim Khairul.
"Pak hakim, awalnya saya tidak mengetahui kejadian yang telah menimbulkan korban jiwa ini. Saya baru mengetahui ketika suatu waktu Ibrahim terlihat panik setelah dipanggil pihak kepolisian hingga iapun menceritakan tentang peristiwa adanya peserta Diksar Mapala yang meninggal dunia," ungkap Ny. Yayuk lalu mengajukan harapannya agar majelis hakim dapat memberikan putusan yang terbaik bagi putra sulungnya dan mencerminkan keadilan.
Jawaban senada juga dipaparkan oleh saksi Ny. Kasmawati yang mengaku baru mengetahui kasus ini setelah suatu ketika Farhan meminta sarung kepadanya. Saat ditanyakan untuk apa sarung itu, sang anak akhirnya mengaku bahwa ia mendapat panggilan dari kepolisian untuk diperiksa terkait kasus kematian mahasiswa peserta Diksar Mapala FT Unhas, dan mengkhawatirkan jika dirinya tidak dipulangkan lagi.
"Saya juga mulanya tidak mengetahui tentang peristiwa tersebut. Nanti suatu ketika, Farhan hendak pamitan pergi dan menanyakan apakah ibu punya sarung untuk diberikan kepadanya. Saya lalu tanyakan untuk apa sarung itu, hingga akhirnya dia mengaku mendapat panggilan dari kepolisian terkait kasus kematian seorang mahasiswa peserta kegiatan Diksar Mapala. Farhan khawatir setelah pemeriksaan, dia tidak dipulangkan lagi oleh polisi," tuturnya.
Pada kesempatan tersebut, Ny. Kasmawati juga menerangkan jika Farhan saat itu akhirnya menceritakan jika dirinya selaku Ketua Panitia Diksar & Ormed XXVII UKM Mapala 09 FT Unhas yang terlibat langsung menolong almarhum dengan menggendong diatas punggungnya (bahasa Makassar : denge') kemudian meninggal dunia. "Kejadian inilah yang membuat Farhan jadi trauma," tandasnya dan menyerahkan sepenuhnya kepada majelis hakim untuk menjatuhkan putusan yang terbaik.
Selesai memberikan kesaksian, terlihat pemandangan mengharukan di depan persidangan, dimana para terdakwa secara bergantian diberi kesempatan oleh hakim Khairul untuk meminta maaf kepada kedua orangtuanya. Ibrahim dan Farhan pun dengan raut muka terlihat penuh kesedihan langsung maju menyalami dan memeluk ibu mereka yang tak kuasa menahan tangisnya.
Usai mendengar keterangan kedua ibu kandung dari Ibrahim dan Farhan ini, sedianya majelis hakim hendak langsung melanjutkan dengan agenda pemeriksaan terdakwa. Hakim ketua, Khairul, SH, MH ingin mempercepat pemeriksaan perkara tersebut karena mendapat mutasi untuk menjabat Ketua PN Kediri mulai minggu kedua bulan Juli 2024, dan salah satu anggota majelis hakim juga akan pindah dengan jabatan baru sebagai Wakil Ketua PN Jeneponto.
Pemeriksaan terhadap Ibrahim dan Farhan tidak dapat dilaksanakan sore tadi karena penasehat hukum Ilham Prawira, SH beralasan hendak menghadiri pertemuan penting di Unhas. Majelis hakim bersama jaksa penuntut umum dan penasehat hukum akhirnya sepakat untuk melanjutkan sidang dengan agenda pemeriksaan kedua terdakwa pada Rabu 26 Juni 2024 pukul 09.00 Wita.
(*)